Malam Satu Suro adalah malam yang jatuh pada tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriyah
1. Pandangan Budaya Jawa / Kejawen
Ahli budaya Jawa berpendapat bahwa malam Satu Suro adalah:
-
Momen kontemplasi dan pensucian batin. Masyarakat Jawa biasa melakukan tapa (puasa, tirakat, semedi) untuk membersihkan diri dari hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
-
Awal tahun spiritual. Bagi penganut Kejawen, Satu Suro bukan sekadar pergantian tahun, tetapi adalah waktu sakral yang diyakini penuh dengan energi gaib.
-
Waktu "keramat." Banyak yang percaya bahwa malam ini adalah saat di mana dunia nyata dan dunia gaib berada dalam keseimbangan, sehingga banyak orang menghindari kegiatan penting (seperti pernikahan atau bepergian jauh) di malam ini.
Kutipan: Budayawan seperti Suwardi Endraswara menyebut Satu Suro sebagai saat penting untuk "ngolah rasa", yaitu menyelami batin dan mempersiapkan diri menghadapi tahun baru secara spiritual.
2. Pandangan Islam
Menurut ulama dan tokoh Islam, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah:
-
1 Muharram adalah bulan baik, bukan menakutkan.
-
Dalam Islam, Muharram termasuk salah satu dari empat bulan haram (suci), dan dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, seperti puasa sunnah (terutama pada 10 Muharram atau Hari Asyura).
-
-
Meluruskan mitos.
-
Islam tidak mengajarkan bahwa malam Satu Suro penuh bahaya atau waktu "angker". Ketakutan terhadap Satu Suro dianggap sebagai warisan budaya yang perlu diluruskan.
-
Kutipan: KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) pernah menekankan bahwa "Muharram adalah bulan penuh rahmat, bukan horor."
3. Pandangan Sejarah dan Antropologi
Sejarawan dan antropolog melihat Satu Suro sebagai:
-
Hasil sinkretisme antara Islam dan tradisi Jawa-Hindu-Buddha.
-
Kalender Jawa yang sekarang dikenal (Tarikh Jawa) adalah ciptaan Sultan Agung dari Mataram pada abad ke-17. Beliau menggabungkan penanggalan Islam dengan sistem penanggalan Saka untuk menyelaraskan budaya Islam dan tradisi Jawa.
-
Malam Satu Suro menjadi simbol transisi, tidak hanya dalam waktu, tetapi juga dalam kesadaran sosial dan spiritual masyarakat Jawa.
4. Praktik Mistis dan Spiritual
-
Banyak kalangan spiritualis atau paranormal menganggap malam ini sebagai waktu yang paling kuat secara metafisik.
-
Tradisi seperti larung sesaji, tirakat, dan ziarah ke makam leluhur sering dilakukan.
-
Tempat-tempat seperti Gunung Lawu, Keraton Yogyakarta, dan Solo menjadi pusat ritual Suroan.
Baik. Berikut penjelasan lengkap dan mendalam tentang makna Malam Satu Suro menurut berbagai pendekatan, termasuk pandangan Kejawen, Islam (NU dan Muhammadiyah), sejarah budaya, serta sudut spiritualitas dan psikologis masyarakat Jawa.
🌙 1. Pengertian Malam Satu Suro
Malam Satu Suro adalah malam yang menandai pergantian tahun baru dalam penanggalan Jawa-Islam (kalender Jawa), tepatnya malam tanggal 1 Suro, yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah. Istilah "Suro" adalah serapan dari kata "Asyura" dalam bahasa Arab, yang merujuk pada tanggal 10 Muharram – hari penting dalam tradisi Islam.
Namun, dalam budaya Jawa, makna "Satu Suro" telah berkembang melampaui makna keagamaan, menjadi waktu yang penuh nuansa spiritual, simbolisme, dan kearifan lokal.
🧭 2. Asal-usul Sejarah dan Sinkretisme
📜 Sultan Agung dan Penanggalan Jawa-Islam
Menurut catatan sejarah, sistem kalender Jawa-Islam dibuat oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram pada tahun 1633 Masehi. Beliau menyatukan:
-
Kalender Saka (Hindu-Buddha) yang berbasis solar (matahari)
-
Dengan kalender Hijriyah (Islam) yang berbasis lunar (bulan)
Tujuannya adalah untuk mengakomodasi Islamisasi di tanah Jawa, namun tetap menjaga keberlanjutan budaya lokal. Oleh karena itu, muncul kalender Jawa-Islam yang memperingati 1 Suro sebagai awal tahun, bertepatan dengan 1 Muharram.
🧬 Sinkretisme Budaya
Malam Satu Suro adalah contoh nyata sinkretisme (percampuran) antara:
-
Tradisi Hindu-Buddha Jawa Kuno
-
Ajaran Islam
-
Kepercayaan animisme dan dinamisme leluhur
Hal ini menjadikan Malam Satu Suro memiliki makna spiritual, religius, dan budaya secara bersamaan.
🕯️ 3. Makna Malam Satu Suro dalam Tradisi Kejawen
Dalam tradisi Kejawen (spiritualitas lokal Jawa), malam ini sangat sakral.
🔮 a. Malam Tirakat dan Olah Rasa
-
Dikenal sebagai waktu hening untuk introspeksi diri (eling lan waspada).
-
Masyarakat melakukan tirakat: puasa mutih, tapa bisu, kungkum (berendam di sungai), dll.
-
Tujuannya adalah membersihkan batin, memperkuat spiritualitas, dan mendekatkan diri kepada Tuhan atau Sang Hyang Widi.
🧘♂️ b. Waktu Transisi Spiritual
-
Satu Suro dipercaya sebagai "pintu waktu": saat antara tahun lama dan tahun baru, diyakini memiliki kekuatan gaib.
-
Banyak orang menghindari bepergian, menikah, atau membuat keputusan besar saat Suro karena diyakini "angker".
🏞️ c. Ziarah dan Ritual
-
Banyak masyarakat melakukan ziarah ke makam leluhur.
-
Tradisi larung sesaji (melarung sesajen ke laut atau sungai) untuk memohon keselamatan.
-
Di tempat keramat seperti Gunung Lawu atau keraton, dilakukan tapa bisu kirab pusaka.
📌 Catatan: Bagi spiritualis Kejawen, Malam Satu Suro bukan untuk menakut-nakuti, tapi sebagai momen "bersih diri" agar siap menjalani kehidupan baru dengan lebih bijaksana.
🕌 4. Pandangan Islam: NU dan Muhammadiyah
🔷 a. Nahdlatul Ulama (NU)
-
1 Muharram adalah bulan suci, penuh kemuliaan.
-
Dianjurkan untuk berpuasa (sunnah), berdoa, dan beramal.
-
Namun NU juga cenderung mengakomodasi tradisi lokal, selama tidak bertentangan dengan syariat.
-
NU bisa memahami praktik seperti ziarah, asal tidak mengarah ke syirik.
🗣️ KH Maimoen Zubair pernah menyatakan bahwa "tradisi Suroan bisa dijadikan momentum memperkuat spiritualitas dan silaturahim, asal tidak menyimpang dari Islam."
🔶 b. Muhammadiyah
-
Lebih tegas terhadap praktik yang dianggap bid’ah (inovasi dalam ibadah).
-
Menolak tradisi mistik yang tidak berdasar dalil Al-Qur’an dan hadis.
-
Namun tetap menghormati 1 Muharram sebagai bulan mulia, dan mendorong umat Islam untuk:
-
Puasa Asyura (10 Muharram)
-
Bersedekah, memperbanyak doa, dan hijrah spiritual
-
🗣️ Prof. Din Syamsuddin (tokoh Muhammadiyah): "Muharram adalah waktu refleksi hijrah, bukan waktu angker atau seram."
📚 5. Pandangan Antropologi dan Sosiologi
📖 a. Fungsi Sosial dan Identitas Budaya
-
Malam Satu Suro merepresentasikan identitas budaya Jawa yang kuat.
-
Ia menjadi momen untuk menyatukan komunitas, melalui ritual kolektif, ziarah, atau kirab budaya.
-
Memberi rasa aman dan makna di tengah perubahan zaman.
🔍 b. Mitos dan Psikologi Kolektif
-
Mitos "angker"-nya malam Suro bisa dilihat sebagai bentuk mekanisme kontrol sosial.
-
Masyarakat diajarkan untuk merenung dan tidak gegabah dalam membuat keputusan di awal tahun.
-
Anggapan seram terhadap malam ini, menurut beberapa antropolog, lebih sebagai alat pembentuk kehati-hatian.
🔥 6. Praktik Populer di Masyarakat
Beberapa praktik dan kepercayaan yang masih hidup hingga kini:
Praktik | Makna/Keterangan |
---|---|
Tapa bisu kirab pusaka | Dilakukan di Keraton Yogyakarta dan Solo, sebagai simbol pembersihan dan penghormatan leluhur. |
Kungkum di sungai | Dilakukan untuk mensucikan diri dan "membuang sial". |
Larung sesaji | Dilarung ke laut/air sebagai simbol menyerahkan beban hidup kepada alam semesta. |
Ziarah kubur | Bentuk penghormatan kepada leluhur dan mendoakan mereka. |
Tirakat puasa mutih | Disiplin spiritual untuk mengendalikan hawa nafsu. |
🧩 7. Kontroversi dan Pelurusan Makna
Malam Satu Suro kadang dikaitkan dengan hal-hal yang dianggap menakutkan:
-
Tidak boleh menikah atau pindah rumah saat Suro
-
Sering diasosiasikan dengan dunia gaib dan mistik berlebihan
-
Dipakai sebagai latar horor dalam film dan cerita rakyat
Namun banyak tokoh agama dan budaya kini berusaha meluruskan:
-
Bahwa malam Suro bukan waktu sial
-
Melainkan waktu berpikir jernih, berdoa, dan memulai awal baru secara spiritual
🌟 8. Kesimpulan
Malam Satu Suro adalah lebih dari sekadar tanggal dalam kalender. Ia adalah cermin kebudayaan, spiritualitas, dan kesadaran kolektif masyarakat Jawa. Ia memiliki banyak wajah:
-
Sebagai waktu suci menurut Islam (1 Muharram)
-
Sebagai momen olah rasa menurut Kejawen
-
Sebagai hasil sejarah percampuran budaya
-
Sebagai alat kontrol sosial dan refleksi psikologis
💡 Penutup:
Malam Satu Suro bisa dijadikan sebagai momentum hijrah batin, meninggalkan keburukan, memperkuat tekad, dan menyongsong masa depan dengan hati yang bersih.
Posting Komentar untuk "Malam Satu Suro adalah malam yang jatuh pada tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriyah"
Apa tanggapan anda tentang artikel diatas?